Pengibaran bendera itu dilakukan Rabu (17/8/2016) pukul 14.00 Wita, setelah pelaksanaan upacara di alun-alun Kota Raha. Selain puluhan warga Desa Kondongia bersama Kepala Desa Kondongia Rafidin, Camat Lohia Laode Fasihu, serta tokoh masyarakat setempat, turut hadir Dandim 1416 Muna Letkol Arh Hendra Gunawan dalam upacara ini.
Kaghati merupakan layangan tradisional Muna, yang pernah meraih rekor MURI sebagai layang-layang terbesar dan tertua di dunia, dengan panjang 3,5 meter dan lebar sayap 3 meter, terbuat dari 500 lembar daun ubi hutan yang disebut Kolope oleh warga Muna.
Untuk kegiatan kali ini, warga Kondongia menggunakan Kaghati yang lebih besar dari yang dibuat untuk pemecahan rekor MURI lalu. Panjangnya mencapai 4 mere dengan lebar 3,5 meter.
"Yang digunakan sekarang, untuk mengibarkan bendera merah putih itu lebih besar, menggunakan 700 lembar Daun Kolope yang panjangnya 4 meter dan lebar 3,5 meter. Uniknya, layangan Kaghati ini dibuat oleh orang yang memiliki kekurangan fisik (Bisu), namanya La Awo," terang Kades Kondongia, Rafidin.
Dia melanjutkan, kegiatan ini murni inisiatif tokoh masyarakat dan warga Kondongia. Inspirasinya muncul ketika sang pengrajin layangan selesai membuat Kaghati yang lebih besar dari rekor sebelumnya. Sehingga muncul ide untuk mengibarkan bendera menggunakan layangan Kaghati tersebut.
Untuk menerbangkan Kaghati ini di Puncak Wakila, harus mendaki jalan yang terjal. Warga, tokoh masyarakat maupun pejabat yang ikut, tampak bersemangat mengikuti upacara unik ini.
Upacara dipimpin Dandim 1416 Muna, Letkol Arh Hendra Gunawan, yang sempat meneteskan air mata karena rasa harunya melihat antusias warga memperingati hari kemerdekaan.
"Pertama saya jelas pasti senang, kedua sedikit kaget dan terharu melihat antusias warga yang masih bersemangat di tempat setinggi ini untuk sekedar menaikan layang-layang, yang mana ini bukan layangan biasa namun layangan Kaghati, merupakan warisan yang sudah berpuluh tahun masih terjaga kelestariannya," ucap Hendra.
"Ini merupakan salah satu cara yang unik dalam pengibaran bendera. Biasanya menggunakan tali dengan media tiang, di sini menggunakan tali dengan media layang-layang. Artinya banyak cara yang dilakukan untuk menghormati atau melaksanakan upacara bendera. Di tengah perbukitan ini pun kita masih bisa melaksanakan upacara,
Menurut Hendra, kegiatan ini sangat positif. Ide, kreativitas, dan inisiatif untuk melaksanakan kegiatan ini perlu diapresiasi dan mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Sehingga dapat memancing daerah lain untuk tetap menjaga budaya warisan leluhur bangsa, agar tradisi tidak terputus di satu generasi, bisa dilanjutkan ke generasi seterusnya.
"Kemerdekaan bukan hanya direbut, tetapi kemerdekaan harus tetap dipertahankan dan diisi oleh anak cucu kita sebagai generasi penerus bangsa. Buat pak camat beserta pak desa, untuk senantiasa menjaga tradisi budaya tetap lestari, dan setiap tahun menjelang 17 Agustus dilaksanakan," pesannya.[SK]
0 komentar:
Posting Komentar